Minggu, 26 April 2020

PANCI BLIRIK, BARANG JADUL

PANCI BLIRIK

Foto mempunyai hak cipta
dilarang mengambil tanpa ijin ismahsuryanto


Motif blirik yang ada pada peralatan makan jaman dulu, seperti cangkir, panci, porong(teko), piring dll, sekarang mulai nge-trend lagi. Peralatan makan "kuno" tapi tampil dengan nuansa beda. Karena kalau yang bener-bener barang lawas mungkin sekarang ini hanya dimiliki oleh keluarga-keluarga sepuh atau turunanya.
Saya sendiri memiliki beberapa dari almarhumah ibu saya. Sudah tidak mulus lagi karena memang sudah dipakai puluhan tahun, Catnya lecet disana sini, tetapi ini ori alias asli banget. Alat masak seperti panci, piring, gelas ataupun alat saji teh seperti porong atau wadah sayur milik ibu ini, mungin usiaya sama dengan saya, 57 tahun atau mungkin ada yang lebih tua lagi.
Sejak muda sampai dengan ibu menikah dengan Bapak, ibu adalah tukang masak. Jadi alat-alat masak dirumah itu banyak sekali. Alhamdulillah saya memiliki sebagian karena sebagian memang sudah dibawa oleh kakak-kakak saya. Saya masih ingat kata-kata almarhumah ibu saya. Ketika itu kami sedang duduk berdua di ruang tamu. Katanya, "nduk kowe ngerti opo ora, biyen ki ibu seneng masak lo. artinya, nduk(panggilan sayang anak perempuan di Jogya), kamu tahu ngga, kalau dulu itu ibu suka masak. "iya kata mbah putri begitu. Lalu seperti biasa ibu akan cerita bagaimana awal mulanya ibu suka masak. Lalu lama-lama banyak yang pesen, dan kemudian ibu mempunyai usaha catering kecil-kecilan. Cerita yang berkali-kali diceritakan oleh ibu kepada saya, tetapi saya tidak pernah bosan.
Kemudian ibu mengajak saya ke sebuah ruangan di belakang. Ruangan itu seperti gudang, dan selalu terkunci dan kuncinya ibu yang menyimpan, atau mbak Sum, pembantu dirumah kami, alias orang kepercayaan ibu.
Ibu membuka gudang itu, dan.....wow, banyak sekali peralata makan disana. Ada kompor gas Rinai, kompor favorite ibu. Panci-panci dengan segala ukuran, piring, gelas, sendok, termos nasi dan masih banyak lagi.
Kata ibu, " ini semua besok buat kamu nduk". lho kok buat saya semua kenapa bu? saya bertanya. "Kowe kan seneng masak, enak masakanmu lan ibu yakin semua itu nurun dari ibu. Iyo too? hehe...kami tertawa bersama. Memang aku suka masak. Sebelum menikah aku tidak bisa masak, tetapi dengan aji nekad akhirnya saya bisa masak, dan juri masak saya adalah ibu saya sendiri.
Ibu mulai mengelurkan "harta karunnya". Satu persatu di tunjukan kepada saya. Dan setiap barang ada ceritanya. Panci-panci blirik dengan berbagai ukuran, katanya. "dulu ibu kalau jualan gudeg pakai panci ini nduk. Dalam sehari bisa habis 5 panci, dengan lauk lengkap. Iya, aku jadi ingat cerita eyang, katanya, ibu memang perempuan gigih yang ngga mau diam. Sebagai istri tentara angkatan darat berpangkat Mayor, ibu tidak malu dagang gudeg. Kata eyang, mbokmu kuwi (mbok dalam bahasa Jawa, artinya ibu) ngga pernah isin nduk, apa aja dijual karena anaknya tujuh dan semua sekolah, makanya ibumu membantu bapakmu. Ya Allah, aku selalu nangis kalau denger cerita eyang soal ibu. Bener-bener perempuan tangguh.
Ini semua besok buat kamu nduk, karena anak ibu yang suka masak dan masakannya enak yan cuma kamu. Di uri-uri ya(di jaga) dengan baik. Insyaallah bu. Ngga tau kenapa aku nangis, bahagia sekali dapat harta karun sebegitu banyak.
Dan sekarang ini, ibu saya sudah wafat 6 tahun lalu. Seperti amanah beliau, saya rawat semua pemberian ibu. Dan alhamdulillah sampai sekarang semua masih saya pakai. Hanya alat-alat masak yang memang sudah rusak, saya singkirkan. ketika orang-orang mulai mencari lagi alat masak motif blirik ini, saya ndak pernah cari karena dirumah saya sudah mempunyi koleksi lengkap.
Pernah suatu hari, ada seorang teman ingin meminang salah satu panci blirik koleksi saya, dengan harga berapapun dia mau, tetapi saya tidak pernah melepasnya. Bukan masalah harga yang dulu mungkin ibu membeli dengan harga mungkin sepuluh ribu ber biji, sekarang sudah ditawar 200-500 ribu  per biji oleh teman saya, tetap tidak akan saya lepas.
Memori indah dibelakang panci-panci itu akan menjadi cerita yang tidak akan pernah hilang. Bagaimana perjuangan ibu membantu bapak dengan berdagang gudeg waktu itu, akan terus menjadi latar belakang cerita panci-panci saya ini.

MATUR SEMBAH NUWUN NJIH IBU, 
Akan saya uri-uri semua paringan ibu dan akan selalu menjadi kenangan indah, juga selalu menjadi wadah masakanku, karena pembeli juga suka dengan pemberianmu ini.

Dan satu yang tidak akan pernah aku lupa,
bahwa perjuangan perempuan yang bernama Siti Djamharoh(ibuku) menjadi tauladan bagiku, bahwa hidup itu tidak mudah, untuk bisa hidup sejahtera itu harus berusaha dan tidak kenal menyerah. 

Mom, i am praud to have you as my mom, and i hope your proud also to have me as your daughter.

Al Fatihah untuk Ibu, 
Al Fatihah untuk Bapak dan
Al Fatihah untuk adik Maman 


foto mempunyai hak cipta
dilarang mengambil foto tanpa ijin ismahsuryanto

foto mempunyai hak cipta
dilarang mengambil foto tanpa ijin ismahsuryanto





Tidak ada komentar:

Posting Komentar